Apr 28, 2016

Kerdil

Just because you live in Bali, it doesn't mean life gets easier.

Tempatmu pulang dekat. Keluargamu dekat. Temanmu banyak. Kamu adalah kaum mayoritas. Serba gampang. Ya gara - gara itu, semuanya jadi susah. 

Yang gampang itu yang bikin kamu gak perlu bergerak. Rumah yang dekat itu yang bikin kamu kelewat mager buat bangun dari tempat tidurmu yang paling enak. Sanak family dan teman - teman yang dekat itu bikin gosip siang nggak habis - habis sampai tengah malam. Life just too happy to be true. Satu lagi, Bali itu lebih ke tempat main, tempat hidup yang menyenangkan, karena tempat dan orang -orangnya benar menyenangkan. Tempat ini memang ada buat having fun. 

Padahal, anak 18 tahun ini lagi pingin belajar banyak. Pingin tahu lebih banyak dan belajar hidup lebih baik. Cuma ya gitu. Di sini, "belajar hidup yang bener" bukan jadi prioritas. Rasanya agak sulit. Rasanya bakal belajar sendiri. Sulit nemu partner yang sejenis karena mayoritas orang mindsetnya sudah condong ke having fun dan hedonisme. 

Bukan masalah sih sebenarnya, semasih mainnya di sini - sini. Cuma, kalau sudah liat ke luar, kadang rasanya pingin nangis. Liat teman di luar sana yang sudah jauh nembus langit, sementara diri sendiri di sini masih kerdil, kerdil sekali. 

Mar 9, 2016

Hari Raya

Orang menghargai lebih buat semua yang nggak mereka genggam, nggak mereka lihat, dan nggak mereka punya.

Kaya hari raya.

Banyak orang di rantau sana menghargai hari raya jauh lebih deep ketimbang orang yang ada di kampung halaman yang bisa ngerasain euforia hari raya. Mereka yang di rantau itu sepenuh hati, berusaha sendiri buat bikin hari itu raya. Mereka lebih taat, lebih sadar diri, dan lebih baper sama hari raya ketimbang orang di kampung yang, well, berhari raya sering kali bukan dari hati, tapi karena kewajiban di tempat tinggal.

Individu baik dan Gentha butuh jadi begitu. Gentha perlu lebih mengharahai diri sendiri, perlu menghargai identitas diri .

Kasi Genta nyicipin hari raya dari luar negeri, dong. Supaya hari raya itu semakin bervalue. Supaya Gentha bisa jadi lebih sayang sama hari rayanya.

Anyway, selamat hari raya Nyepi buat yang merayakan.
Selamat melihat gerhana matahari total.
Selamat woman international day.
God Bless Us😊 

Jan 29, 2016

January, 28, 2016

I sat there, finished my last slice of pizza untill he said we need some more dessert. I choosed tiramissu then he left me there. He was going to make some order, I was thinking like that. 

I heard his favorite song when he came back, but I didn't really care. I didn't pay attention if this cafe really turned on their speaker and played some good music since we arrived. 

"Your favs." I once told him.

He smiled, but not to me. I thought he was so happy because the dessert was ready. Yes, I was right. The waitress came and put the cake on our table. 
And also brought me this.


He gave me his smile, and I was like oh God, my friend just getting crazy. It was a lil bit awkward when he said "You know what I mean."

And it got to be more awkward when he asked me "Your answer?"

I sipped my strawberry juice, tried to hide my cheeks if it suddenly blush. "You know what it goes to be."

"Not clear enough.", he said.

"Well, yes.", I directly said.

And we laughed.

"Sorry if this is not going to be so sweet. The friendship still lies between us, and it feels really awkward to be too sweet.", he said. 

I really thankful of that words. Honestly, I just felt guilty over all of this. He is my friend since my first time being in high school. It just clear, too clear until last month. He is an enemy, a boy to fight with every damn where. And this day, everything has changed. This is crazy. Really really crazy.











Jan 19, 2016

Can Please Everyone? Kamu Greget.

"Sudah berapa tahun kamu hidup?"

"18 tahun, Pak. Hampir 19."

"Sudah berapa orang yang kamu buat bahagia?" 

"Umm."

"Sudah berapa orang yang kamu buat kecewa?"

"Emm."

Gue diem, gak bisa jawab. 
Di satu sisi merenung, merasa powerless, merasa bener - bener gak berguna karena rasa - rasanya gue hidup sudah lama tapi berkontribusi terlalu sedikit buat dunia. Gue belum ngapa - ngapain. Jangankan buat dunia, buat orang - orang di sekitar gue aja rasanya gue masih lebih banyak nyusahin daripada bantuin dan bikin bahagia.

Tapi di sisi lain, gue bela diri. Gue udah jadi lumayan berguna kok. Sampe akhirnya gue sibuk ngitungin anak siapa aja yang udah gue bikin terharu nangis bahagia. Ada, ada beberapa. Tapi terlalu sedikit. Gue salah ngitung, matematika gue lemah. No. Gue cuma gak inget orangnya, otak gue lemah. 

Setelah pikir - pikir lagi, akhirnya gue dapet konklusi : Gak tau berapa jumlahnya, yang jelas lebih banyak orang yang gue buat bahagia ketimbang yang gue buat kecewa. Itu, itu jawaban buat pertanyaan di atas.
Gue udah usaha semampunya, gimana caranya biar gue bisa bawa perdamaian dunia yang indah dan semua orang bahagia. Gue udah coba ngelakuin apa pun yang menurut gue paling baik buat semua orang. Gue udah usaha biar semua orang seneng, ya at least  gak marah, gak sedih, dan gak kecewa karena gue.

***

Dan man, ternyata setelah gue pikir - pikir - pikir lagi, ternyata enggak gitu. Gue salah, gue sok tau, gue sok baik.

Gue setiap hari bergerak, dan nggak ada pergerakan yang berat sebelah. Gak ada pergerakan yang efeknya cuma satu. Ibarat akuntansi, hidup ini pembukuan berpasangan, mesti ada yang di debit dan di kredit, di satu sisi bertambah dan di sisi lain berkurang. Ibarat teori ekonomi mikro, hidup ini rivalry in consumption, setiap kepuasan hidup lo nambah satu itu artinya lo bakal ngurangin kepuasan hidup orang lain. 

Simply
Kalo gue dapet nilai ulangan bagus, gue seneng, ortu gue seneng, guru sama temen baik gue juga seneng. Seems positive. Tapi ternyata ada orang yang dongkol di luar sana karena gue kalahin nilainya. 

Kalo mantan gue taken, doi bahagia sama pacar barunya. Apa daya gue yang masih gagal move on kena negative side-nya, galau berkepanjangan sampe rasanya pingin cakar - cakar muka pacar barunya. 

Kalo udah gini salah siapa? Salah gue nyari kesenengan buat diri sendiri dan ngorbanin orang lain? Salah gue kalo nilai gue bagus dan temen gue kesel?
Atau salah orang lain yang nyari kesenengan buat dirinya sendiri dan ngorbanin gue? Salah mantan kalo taken dan gue dibiarin galau?

Ga juga, man. 
Pada dasarnya tiap orang usaha buat nyenengin dirinya sendiri. Bukan cuma gue, tapi setiap orang. 
Semua orang juga seneng kalo kesenengannya bisa dibagi sama orang lain. Setiap orang juga mau dunia ini aman, tenteram, damai, dan hidup bahagia selamanya. 
Masalahnya kalo bisa, kalo aja bisa. 
Kalo aja acceptance itu gampang. Kalo aja nerima kita kalah, kita salah, kita lelah itu gampang. 

Abang gue pernah bilang :


If you mind to please anyone, you have to sacrifice your own self. 
Help everyone, everyone would be happy, but you lost your chance.
Cheer everyone, everyone would be happy, but you get tired of them.

Ngomong soal mikro ekonomi lagi, katanya, happiness is a scarce. Jumlahnya terbatas. Jadi mesti rebutan. Yang nggak kebagian, jangan salahin yang dapet bagian. 

Peace up.